Shalat Tarawih Super Cepat
SHALAT TARAWIH SUPER CEPAT
Pertanyaan.
Assalamu’alaikum. Ustadz, kami mau bertanya. Bagaimana hukum shalat Tarawih 21 rakaat super cepat yang dilakukan hanya dalam waktu 10 menit atau kurang? Atas penjelasan ustadz, kami ucapkan JazakAllâhu khairan
Jawaban.
Wa’alaikumussalam.
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita perlu ingat dan sadari bahwa waktu shalat adalah waktu yang singkat yang sangat berharga bagi seorang Muslim. Karena saat itu, ia sedang menghadap dan bermunajat kepada Rabbnya yang Maha tinggi dan Maha Agung. Oleh karena itu, setiap Muslim yang shalat, hendaknya berusaha untuk meninggalkan segala kesibukan duniawi dan menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan penuh khusyu’ dan tunduk demi mengharapkan ridha-Nya. Jika shalat dilaksanakan dengan ikhlas dan baik, terpenuhi syarat-syarat dan semua rukunnya, khusyu’ dan thuma’nînahnya, maka shalatnya akan berbuah kebaikan, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. [Al-Ankabut/29:45]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Sesungguhnya seseorang yang mendirikan shalat dengan memenuhi rukun-rukun, syarat-syarat, serta kekhusyu’annya, maka hatinya akan bercahaya dan menjadi bersih, keimanannya akan bertambah, kecintaannya terhadap semua kebaikan akan menguat dan (sebaliknya-red) kegemarannya terhadap keburukan akan berkurang atau sirna. Dengan demikian, dengan tetap rutin mendirikannya dan menjaga pelaksanaannya dengan cara seperti ini, maka shalat itu akan bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ini termasuk diantara maksud dan hasil teragung dari shalat. Namun disana, ada maksud yang lebih agung dari itu yaitu dzikrullah (mengingat Allah) yang terkandung dalam shalat dengan menggunakan lisan, hati dan badan. Karena sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla menciptakan para makhluk-Nya agar mereka beribadah kepada-Nya dan ibadah teragung yang mereka lakukan adalah shalat.[1]
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendirikan shalat dengan benar sehingga shalat yang kita lakukan bisa menjadi penghalang bagi dari berbagai perbuatan keji dan mungkar.
Namun sangat disayangkan, banyak dari kita yang mengabaikan rukun-rukun shalat, apalagi kekhusyu’an dan thuma’nînah. Padahal khusyu’ dan thuma’nînah dalam shalat termasuk salah satu tujuan dan rukun shalat yang mendapatkan perhatian besar dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap orang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya sebagai pencuri, bahkan diangggap pencurian terjelek. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِيْ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعَهَا وَلاَ سُجُوْدَهَا
“Sejahat-jahatnya pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya.” Mereka bertanya, “Bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.” [HR. Imam Ahmad, 5/ 310 dan hadits ini dinilai shahih oleh syaikh al-Albani dalam Shahîhul Jâmi’, no. 997]
Thuma’nînah adalah diam sejenak setelah semua anggota badan (tulang-tulangnya) mapan ditempatnya masing-masing (dalam semua gerakan-red). Para Ulama memberi batasan minimal dengan waktu yang cukup untuk membaca tasbih satu kali. [Lihat Fiqhussunnah, Sayyid Sâbiq, 1/124]
Syaikh Masyhur Hasan Salman menjelaskan tentang thuma’ninah dalam ruku’. Beliau mengatakan, “Wajib diketahui bahwa thuma’ninah yang wajib itu tidak akan terwujud kecuali dengan hal-hal berikut:
- Meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut
- Merenggangkan jari-jemari dua telapak tangan
- meluruskan punggung
- Diam sejenak dalam posisi seperti ini sampai masing-masing anggota badan mapan pada tempatnya[2]
Thuma’nînah adalah salah satu rukun shalat. Jika ini tidak dilakukan, maka shalat yang dikerjakan menjadi tidak sah. Jadi ini merupakan persoalan yang sangat serius, karena terkait dengan sah atau tidaknya shalat seseorang. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تُجْزِئُ صَلاَةُ الرَّجُلِ حَتَّى يُقِيْمَ ظَهْرَهُ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud. [HR. Abu Daud, 1/ 533. Lihat Shahîhul Jâmi’, no. 7224]
Mengenai shalat yang sangat cepat, sampai ada yang mengatakan “super cepat”, kepada kaum Muslimin yang melakukannya, kita sampaikan ancaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Abdillah al-‘Asy’ari Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَصْحَابِهِ، ثُمَّ جَلَسَ فِي طَائِفَةٍ مِنْهُمْ، فَدَخَلَ رَجُلٌ، فَقَامَ يُصَلِّي، فَجَعَلَ يَرْكَعُ وَيَنْقُرُ فِي سُجُودِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَتَرَوْنَ هَذَا، مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ، يَنْقُرُ صَلَاتَهُ كَمَا يَنْقُرُ الْغُرَابُ الدَّمَ، إِنَّمَا مَثَلُ الَّذِي يَرْكَعُ وَيَنْقُرُ فِي سُجُودِهِ كَالْجَائِعِ لَا يَأْكُلُ إِلَّا التَّمْرَةَ وَالتَّمْرَتَيْنِ، فَمَاذَا تُغْنِيَانِ عَنْهُ، فَأَسْبِغُوا الْوُضُوءَ، وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ، أَتِمُّوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
Abu Abdillah al Asy’ari Radhiyallahu anhu berkata, “(suatu ketika) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama para Sahabatnya, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk masjid dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk. Melihat itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda,“Apakah kalian menyaksikan orang ini? Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan seperti ini (shalatnya), maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup (kenyang) dengannya.” [HR. Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahîhnya: 1/ 332, lihat pula Shifatus Shalatin Nabi, oleh syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, hlm. 131]
Maksud dari sujud dengan cara mematuk adalah sujud dengan cara tidak menempelkan hidung ke lantai. Dengan kata lain, sujud itu tidak sempurna. Sujud yang sempurna adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud dengan tujuh anggota badan(nya), wajah, dua telapak tangan,dua lutut dan dua telapak kakinya”. [HR. Jamâ’ah, kecuali al-Bukhâri]
Orang yang tidak melakukan thuma’nînah dalam shalat, padahal ia sudah mengetahui hukumnya, maka ia wajib mengulangi shalatnya ketika itu dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’nînah di masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ المَسْجِدَ، فَدَخَلَ رَجُلٌ، فَصَلَّى، ثُمَّ جَاءَ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم فَرَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ، فَقَالَ: «ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ»، فَصَلَّى، ثُمَّ جَاءَ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «ارْجِعْ فَصَلِّ، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ» ثَلاَثًا، فَقَالَ: وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالحَقِّ، فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ، فَعَلِّمْنِي، قَالَ: «إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ، فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا»
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk masjid lalu seorang masuk juga dan shalat, kemudian datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengucapkan salam lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas salamnya dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah lalu lakukanlah shalat karena kamu belum shalat!” Orang itu shalat kemudian mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, “Kembalilah lalu lakukanlah shalat karena kamu belum shalat!” Ini dilakukan sebanyak tiga kali. Lalu orang itu berkata, “Demi Allâh yang mengutusmu membawa kebenaran! Saya tidak bisa shalat lebih baik dari itu, maka ajarilah aku!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu ingin shalat maka bertakbirlah kemudian bacalah yang mudah bagimu dari al-Qur`an kemudian ruku’lah sampai kamu thuma’nînah (tenang) dalam kedaan ruku’ kemudian sujudlah sampai kamu thuma’ninah dalam keadaan sujud. Lalu bangkitlah dari sujud sampai kamu thuma’ninah dalam keadaan duduk. Kemudian sujudlah kembali sampai kamu thuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian berbuatlah seperti itu dalam shalat kamu seluruhnya [Muttafaqun ‘alaihi].
Jika shalat dilaksanakan dengan sangat cepat, maka sangat sulit mencapai kekhusyu’an dan thuma’nînah. Apabila tidak tercapai kekhusyu’an dan thuma’nînah dalam shalat, maka shalatnya tidak memenuhi salah satu rukunnya. Dan shalat yang kurang salah satu rukunnya, maka shalatnya dihukumi batal.
Wallâhu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02-03/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Lihat tafsir Taisir al-Karimir Rahman, hlm. 632, Cet. I , Muassasah ar-Risalah, thn. 1423 H/2002 M
[2] Lihat al-Qaulul Mubîn Fi Akhthâ’il Mushallîn, hlm. 124
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/9210-shalat-tarawih-super-cepat.html